High-Alloy White Irons
Printable Version
You want to be
always up-to-date?
Click here to subscribe to
Key to Steel News
and receive fresh, leading-edge
technical info and knowledge
from the world of metals .
Abstract:
High-alloy white cast irons are an important group of materials whose production must be
considered separately from that of ordinary types of cast irons. In these cast iron alloys, the
alloy content is well above 4%, and consequently they cannot be produced by ladle additions to
irons of otherwise standard compositions. They are usually produced in foundries specially
equipped to produce highly alloyed irons.
High-alloy white cast irons are an important group of materials
whose production must be considered separately from that of
ordinary types of cast irons. In these cast iron alloys, the
alloy content is well above 4%, and consequently they cannot be
produced by ladle additions to irons of otherwise standard
compositions. They are usually produced in foundries specially
equipped to produce highly alloyed irons.
The high-alloy white irons are primarily used for abrasionresistant
applications and are readily cast into the parts needed
in machinery for crushing, grinding, and handling of abrasive
materials. The chromium content of high-alloy white irons also
enhances their corrosion-resistant properties. The large volume
fraction of primary and/or eutectic carbides in their
microstructures provides the high hardness needed for crushing
and grinding other materials. The metallic matrix supporting the
carbide phase in these irons can be adjusted by alloy content and
heat treatment to develop the proper balance between the
resistance to abrasion and the toughness needed to withstand
repeated impact.
While low-alloy white iron castings, which have alloy content
below 4%, develop hardnesses in the range of 350 to 550 HB, the
high-alloy irons range in hardness is from 450 to 800 HB.
Specification ASTM A 532 covers the composition and hardness of
the abrasion-resistant white iron grades. Many castings are
ordered according to these specifications. However, a large
number of castings are produced with composition modifications
for specific applications. It is most desirable that the
designer, metallurgist, and foundry man work together to specify
the composition, heat treatment, and foundry practice to develop
the most suitable alloy and casting design for a specific
application.
The high-alloy white cast irons fall into two major groups:
• Nickel-chromium white irons, which are low-chromium alloys
containing 3 to 5% Ni and 1 to 4% Cr, with one alloy
modification that contains 7 to 11% Cr,
• Chromium-molybdenum irons containing 11 to 23% Cr, up to 3%
Mo and often additionally alloyed with nickel or copper.
A third group comprises the 25% or 28% Cr white irons, which may
contain other alloying additions of molybdenum and/or nickel up
to 1.5%. The nickel-chromium irons are also commonly identified
as Ni-Hard types 1 to 4.
Nickel-Chromium White Irons
The oldest group of high-alloy irons of industrial importance,
the nickel-chromium white irons, or Ni-Hard irons, have been
produced for more than 50 years and are very cost-effective
materials for crushing and grinding.
In these martensitic white irons, nickel is the primary alloying
element because at levels of 3 to 5% it is effective in
suppressing the transformation of the austenite matrix to
pearlite, thus ensuring that a hard martensitic structure
(usually containing significant amounts of retained austenite)
will develop upon cooling in the mold. Chromium is included in
these alloys, at levels from 1.4 to 4%, to ensure that the irons
solidify carbidic, that is, to counteract the graphitizing effect
of nickel.
Wednesday, June 26, 2013
Tuesday, June 11, 2013
Pertemuan
ke-10
PASIR
CETAK
Pasir silika dtemukan di banyak
tempat dan tersebar di seluruh Nusantara, sangat cocok untuk dijadikan cetakan
, karean tahan suhu tinggi tanpa terurai, harga nya murah, awet, butiran nya
mempunyai ukuran dan bentuk bermacam-macam. Namun angka muai nya cukup tinggi
dan mempunyai kecendrungan bereaksi (melebur) dengan logam cair. Pasir silika murni,
tidak dapat digunakan untuk menjadi cetakan, sebab pasir tersebut tidak
mempunyai daya pengikat diantara butir-butir nya, oleh karena itu sering
dicampur dengan lempung sebesar 8 s/d 15 %. Jenis tanah lempung yang sering
digunakan adalah:
- kaolin
- illit
- bentonit (sejenis abu vulkanik)
Pasir cetak alam sudah tercampur
dengan sejumlah lempung, sehingga bila digunakan untuk membuat cetakan baik
untuk besi, baja, maupun non-ferrous, tinggal menambahkan air secukup nya,
namun demikian pasir alam ini juga banyak mengandun bahan-bahan organik,
sehingga kurang baik untuk langsung dijadikan cetakan.
Pasir cetak sintetis (buatan),
terdiri dari butiran silika yang telah dicuci dan ditambahkan lempung sebanyak
3 sampai dengan 5 %, sedangkan jumlah air yang ditambahkan untuk memperoleh
kekuatan yang cukup memadai adalah kurang dari 5 %, sehingga gas yang
dilepaskan juga berkurang.
Ukuran dan jenis cetakan turut
menetukan ukuran butiran pasir, misalnya: cetakan yang kecil dan mempunyai
bentuk yang rumit, digunakan pasir yang halus, sehingga didapat benda cetak
yang baik.
Sebalik nya, untuk benda cor yang
besar, menggunakan pasir cetak yang lebih kasar, hal ini untuk memudahkan
pelepasan gas pada saat penuangan logam cair.
10.1. PENGUJIAN PASIR
Sifat-sifat pasir cetak perlu selalu
diketahui, untuk itu perlu dilakukan pengujiaan secara berkala, sebab
sifat-sifat tersebut dapat berubah akibat lingkungan nya, misal:
kotoran-kotoran atau pengaruh suhu yang tinggi.
Pengujian-pengujian yang lazim diaplikasikan
adalah untuk mengetahui sifat-sifat mekanik, untuk itu perlu diketahui
mengenai:
- permeabilitas ®
porositas pasir memungkin
kan pelepasan gas dan uap
saat penuangan logam cair
kedalam cetakan
- kekuatan ® harus memiliki gaya kohesi yang baik (kadar air dan lempung
bisa sangat mempengaruhi kemampuan sifat kohesi nya)
- ketahanan terhadap suhu tinggi ®
pasir harus tahan terhadap suhu tinggi tanpa ikut lebur
- ukuran dan bentuk butir ®
ukuran butiran pasir harus sesuai
dengan sifat permukaan yang
yang dihasilkan.
Secara umum, bentuk nya
harus tidak ter-
atur, sehingga
memiliki kekuatan ikatan yang memadai.
10.1.a. Pengujian Permeabilitas
Kemampuan pasir cetak
untuk dapat melepaskan gas dan uap akibat penuangan logam cair, tergantung
kepada beberapa faktor, antara lain:
- bentuk butiran pasir
- kehalusan butiran pasir
- tingkat pemampatan (mampu tekan)
- kadar air yang terkandung pada
pasir
- jumlah unsur-unsur pengikat (fluks)
Pasir cetak berbutir kasar, akan
mempunyai nilai permeabilitas yang lebih baik, dibandingkan dengan pasir cetak
berbutir halus. Namun tidak semua cetakan atau benda kerja, baik menggunakan
psir cetak dengan butiran kasar. Oleh karena itu, orang sering mencampur pasir
kasar dengan pasir halus agar nilai permeabilitas nya bisa berubah
10.1.b. Pengujian Kadar Air
Jenis cetakan yang dipakai dan
jenis logam cor, menentukan jumlah kadar air yang diperbolehkan ada pada pasir
cetak . Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil optimum, maka kadar air perlu
dikendalikan dengan baik. Salah satu cara yang paling baik untuk mengetahui
kadar air adalah dengan menimbang pasir sebelum dan sesudah dikeringkan.
Pada alat ukur kelembaban,
terdapat elemen pemanas dan peniup untuk mengeringkan pasir. Dari selisih berat
sebelum dan sesudah dikeringkan, maka dapat dihitung persentase kadar air,
dianjurkan, kadar air hanya boleh berkisar antara 2 s/d 8 % yang tergantung
pada jenis cetakan.
10.1.c. Pengujian Kadar Lempung
Dapur pemanas, biasanya
digunakan untuk menetukan kadar lempung, selain itu, diperlu kan juga:
timbangan dan pencuci pasir. Pasir dikeringkan, kemudian dicampur dengan
larutan soda kaustik, setelah beberapa lama, lempung akan terikat dengan
larutan soda, kemudian dibuang, agar hasil nya baik, proses tersebut dapat
diulangi sampai 2 atau 3 kali. Ada baik nya, sebelum dicampur dengan soda
kaustik, pasir tersebut di timbang,baru dibandingkan dengan berat setelah bersih
dari lempung.
10.2. PENGERTIAN
DAN CARA MENGHITUNG
BILANGAN AFA
Bilangan kehalusan pasir cetak (AFA);
per defenisi adalah: persentase berat x faktor tertentu, kemudian dijumlahkan
dan dibagi dengan persentase pasir tertinggal.
Bilangan kehalusan pasir AFA,
biasanya digunakan untuk membandingkan berbagai jenis pasir cetak dengan
menggunakan ayakan atau saringan.
·
Analisis Ayakan
Analisis ayakan digunakan untuk
pengukuran persentase distribusi ukuran butiran pasir. Ayakan yang digunakan
adalah 1 (satu) set standard NBS dengan ukuran (mesh) adalah: 6, 12, 20,
30, 40, 50, 70, 100, 140, 200 dan 270. Ayakan-ayakan dengan mesh tersebut,
disusun satu di atas lain, mulai dari
yang paling kasar sampai dengan yang paling halus dan seperangkat ayakan
tersebut diletak kan diatas mesin penggetar (vibrator), seperti terlihat pada
gambar ilustrasi berikut:
:
· Cara menghitung bilangan kehalusan pasir cetak, AFA
Ukuran Ayakan
|
Persentase pasir tertinggal
|
Faktor pengali
|
Hasil perhitungan
|
6
|
0
|
3
|
0
|
12
|
0
|
5
|
0
|
20
|
0
|
10
|
0
|
30
|
2,0
|
20
|
40,0
|
40
|
2,5
|
30
|
75,0
|
50
|
3,0
|
40
|
120,0
|
70
|
6,0
|
50
|
300,0
|
100
|
20,0
|
70
|
1400,0
|
140
|
32,0
|
100
|
3200,0
|
200
|
12,0
|
140
|
1680,0
|
270
|
9,0
|
200
|
1800,0
|
Alas
|
4,0
|
300
|
1200,0
|
Jumlah
|
90,5
|
-
|
9815,0
|
Dengan demikian bilangan
kehalusan AFA =
10.2.a. Pasir Cetak
Tidak semua pasir yang ada, baik
digunakan untuk membuat cetakan, diperlukan beberapa syarat, antara lain adalah:
-
bentuk
bekas model/pola harus tetap (tidak berubah) pada saat model di ambil
-
harus
tahan terhadap aliran logam cair yang melewati nya, artinya tidak terjadi reaksi
antara logam cair dengan pasir cetak nya.
-
pori-pori
nya harus memungkinkan udara keluar pada saat penuangan
-
harus
mudah di bentuk
-
mempunyai
ukuran yang seragam
-
harus
mudah di bongkar.
· Jenis
pasir cetak (lihat gambar dibawah ini):
-
pasir
yang dekat dengan pola
-
pasir
yang jauh dari pola
· Jenis
zat pelapis permukaan bekas model:
-
grafit
(bubukan atau dicampur air)
-
jelaga
-
bubukan
arang
· Jenis
pasir yang jauh dari permukaan bekas model:
-
grafit
dengan bubukan: france cholk
-
grafit
dengan dicampur air: steatite
· Jenis
pasir yang dekat dari permukaan pola:
-
alami:
pasir silika, pasir gemuk/kurus (tergantung kandungan tanah liat nya)
-
sintetis
· Yang
terpenting: - grain size sangat
kecil/halus yang diutamakan, tetapi bukan debu
- kandungan air nya, antara (4 ¸ 8) %.
10.2.b. Menentukan Kekuatan Pasir
Untuk menentukan daya tahan
dan daya ikat pasir cetak basah maupun kering, maka ada beberapa hal yang perlu
dilakukan, yakni:
- percobaan tekan
- percobaan tarik
- percobaan geser dan percobaan
terhadap kekuatan melintang (shear)
Namun dari pengalaman diketahui,
bahwa, bila variabel kekuatan tekan dari pasir cetak, maka sudah daapat di
asumsi mewakili besaran-besaran yang lain nya.
Percobaan-percobaan ini sangat diperlukan,
mengingat bahwa pasir pada dasar nya bersifat rapuh.
Dibawah ini dapat dilihat suatu alat
atau mesin yang digunakan untuk mengukur kekuatan pasir.
Pasir cetak setelah bersih dicampur
dengan zat-zat pengikat (biasanya disebut: Contoh), kemudian dibentuk
sedemikian rupa seperti poros silindris, berukuran, panjang dan diameter sama,
yaitu 50 mm. Contoh ini kemudian diletakkan pada mesin (lihat gambar) dan
diberi beban dengan laju pembebanan yang konstan. Dari sini akan dapat diketahui
kekuatan dari pasir cetak.
10.3. PERALATAN UNTUK PERSIAPAN PASIR
CETAK
Bila pasir cetak
dipersiapkan dengan baik, maka akan dihasil kan cetakan yang baik pula,
sehingga dapat diharapkan benda cor yang dihasilkan, juga akan baik.
Pada dasar nya, setiap pasir yang
dipersiapkan untuk cetakan, harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: - bahan
pengikat harus tersebar merata
- kadar air terkendali
- permukaan butiran pasir harus
basah
- pasir bebas dari kotoran
- pasir terlepas, tidak ber
gumpal-gumpal
- suhu pasir sama dengan suhu
ruang (ambiance temperature)
Untuk mendapatkan pasir cetak yang
baik, maka biasanya dipergunakan mesin pencampur atau mesin penggiling pasir,
seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:
Mesin jenis ini mempunyai 2 (dua)
roda yang berputar pada poros mendatar serta mengitari poros utama mesin yang
ditempat kan secara vertikal. Pasir setelah masuk, lalu digiling, ditekan dan
diaduk selama beberapa menit, sampai kemudian terbentuk campuran yang merata
antara pasir cetak dengan bahan-bahan pengikat nya.
Cetakan dari pasir, pada dasar nya
merupakan cetakan sekali pakai, karena umum nya setelah dipakai, cetakan akan
rusak, namun pasir bekas cetakan ini masih dapat di “daur ulang”, untuk
kemudian dijadikan cetakan kembali. Dibawah ini dapat dilihat satu unit
perangkat pengolahan pasir bekas.
Setelah logam cair dituangkan dan
membeku, cetakan dibongkar di daerah ujung ban berjalan (conveyer), setelah
pasir bekas diayak untuk memisahkan kotoran-kotoran dan pasir yang sangat
kasar, pasir melalui ban berjalan yang lebih kecil masuk kedalam alat pemisah
magnetik untuk memisahkan potongan-potongan besi yang terdapat pada pasir
tersebut.
Kemudian pasir masuk kedalam elevator
ember, disaring, kemudian disimpan ditempat khusus, setelah itu, pasir diberi
hembusan aliran udara, agar butiran pasir terlepas-lepas untuk memudahkan
pembuatan cetakan.
Sunday, June 9, 2013
kaltbruch
Cold fracture
| ||
|
|
Manifestation: Material separation, which occurred in the cold condition as the stresses in the area of elastic deformations in the casting, were larger than the strength of the material. Stresses can occur due to uneven cooling conditions (differences in wall thicknesses). Special design of the casting can prevent contraction. –shrinking onto the cores. Typical characteristics: Different to hot tear, metallographic examination of a cold fracture shows that residual melt does not penetrate the crack opening. Preferred defect locations: - on sudden steep changes in wall thicknesses. - at wall thickness transitions with too small radii - at openings with or without too small radii (in assembly openings, etc.) Possible confusion/mistaken defect identification: None Remedial measures: - Design appropriate for the stresses, adjust cross-sections with large differences in wall thicknesses - Stresses caused by cooling can be determined using simulation and reduced by changing the design Sorry, there is no photo for this defect |
Subscribe to:
Posts (Atom)