Thursday, December 19, 2013

 Burnt-on sand

haracteristic features
Thin sand crusts firmly adhering to the casting. The defect occurs to a greater extent in the case of thick-walled castings and at high casting temperatures.

Incidence of the defect
Where there is a heavy section casting, but also in the proximity of the gate and at high casting temperatures, as a result of low thermal resistance the moulding sand sinters on the casting as a thin crust. The tendency of the molten metal to penetrate into the sand pores results in the firm adherence of the crust to the surface of the casting. It is difficult to remove, even by shotblasting, and usually has to be ground off.

Explanations
The high temperature to which the sand is subjected causes sintering of the bentonite and silicate components. In addition, the always present iron oxides combine with the low melting point silicates to form iron silicates, thereby further reducing the sinter point of the sand. Sintering and melting of the impurities in the moulding sand enable the molten iron to penetrate even faster, these layers then frequently adhere to the casting surface.

Possible causes
Clay-bonded sand
Lustrous carbon content too low
Proportion of low melting substances too high
Oolitization too high

Moulding plant
Uneven mould compaction

Gating and pouring practice
Uneven distribution of inflowing metal with resultant local overheating
Temperature of liquid metal too high

Remedies
Clay-bonded sand
Increase proportion of lustrous carbon producer. This increases the amount of coke as well as the amount of lustrous carbon, which then results in positive separation between mould and metal.
Use purer silica sands or, if necessary, add new sand. Reduce dust content. If necessary reduce the amount of bentonite.
Reduce oolitization by adding new sand.

Moulding plan
Ensure uniform compaction. If necessary, increase heat removal from the moulds.

Gating and pouring practice
Even out incoming metal flow
Reduce pouring rate
Reduce liquid metal temperature.

Background information
Adhering sand layers primarily form when the lustrous carbon producing capacity of the moulding sand is too low. With grey iron castings the lustrous carbon content in the sand should lie between 0.2 and 0.6%, according to other authors between 0.2 and 0.4% (1). Due to the difficulty in precisely determining the lustrous carbon in the sand the "active carbon content" is measured and should be between 0.35 and 0.65%.
If sand adherence is experienced this can be eliminated either by using a higher proportion of or a more "active" lustrous carbon producer.Improved coke formation will likewise reduce the formation of adhering crusts but not as much as increasing the lustrous carbon production.
It is important to limit impurities in the moulding sand. Silicates and oxides can lead to excess consumption of lustrous carbon producers due to oxidation (2). Lowering the sintering point of the sand also increases the risk of burning-on, with simultaneous penetration of metal into the adhering layer.
Likewise, intensified burning-on of sand to grey iron castings has been observed with the use of more highly oolitized moulding sands. It is therefore recommended to add an appropriate amount of new sand to that in circulation. According to S&B Industrial Minerals's previous experience the added amount should not exceed 100 kg of new sand + core sand per t of molten iron.
Russian authors report that, when pouring molten steel into sodium silicate bonded moulds, burning-on is drastically reduced when the surface tension is increased through the use of additives. Increasing the AFS number by using finer new sands similarly reduces adherence of sintered crusts because the casting surface is smoother.
The moulds should be well and uniformly compacted. There is a greater risk of metal penetration at locations where compaction is low and thus the formation of adhering crusts.

References
[1] Wirkung von Sorption und Glanzkohlenstoffbildung tongebundener Formstoffe auf Gußstückeigenschaften
Institut für Gießereitechnik GmbH, Abschlußbericht zum AIF-Forschungsvorhaben Nr. 5405, April 1985

[2] Winterhalter, J., Siefer, W.
Zur Wirkung von Feinanteilen und Glanzkohlenstfoffbildnern im Formstoff auf die Gußstückeigenschaften
Gießerei 74, 1987, S. 633-639

Additional references
[3] Grochalski, R.
Gießereiformstoffe, 1955, S. 22

[4] Disamatic-Application "Gußfehler", S. 78 - 84
[5] Berndt, H.
Die Überwachung von Verschleißerscheinungen an einem Sandumlaufsystem
Gießerei 55, 1968, S. 441-453

[6] VDG-Merkblatt F 252, "Bestimmung der Anschnittelemente"
[7] Holzmüller; Kucharcik
Atlas der Anschnitt- und Speisertechnik für Gußeisen 2. Aufl. 1975, S. 17

[8] Boenisch, D.; Lorenz
Modellversuche über das Formkastenfüllen von Naßgußsanden, Dissertation 1988, TH Aachen

[9] Onillon, M.; Rebaudieres, J.
Physikalische und chemische Vererzung bei Gußeisen

Fonderie 31, 1976, S. 209-216 (franz.)

[10] Paskeev, I.
Untersuchungsverfahren zur Bildung von Anbrennungen an Gußstücken
Litejnoe proizvodstvo 1977, S. 26-28 (russ.)

[11] Aymard, J.-P.; Leger, M.-T.; Lageal, B.
Metall-Formstoff-Reaktionen von Manganhartstahlguß (12% Mn) und Chromstahlguß (13 bis 25 % Cr)
Fonderie 31, 1976, S. 265-273 (franz.)

[12] Ivanov, N. Ch.; Skljarova, V. N.
Formstoffmischungen mit Dibutylphthalat zur Herstellung von penetrationsfreien Gußstücken aus Gußeisen
Litejnoe proizvodstvo 1976, S.18-19 (russ.)

[13] Sarma, A. K. D.
Vererzen von Formsanden
Indian Foundry J. 18, 1972, S. 167-170

Saturday, November 9, 2013

I want to have a hacker friend, please inbok my facebook! thank you

Tuesday, October 29, 2013

a. Pengujian Kekerasan
  • Alat uji yang digunakan adalah Hardness Tester Merk AFFRI buatan Italy dengan status terkalibrasi, dengan metode uji SNI 19-0407-1998 : Cara Uji Keras Rockwell (Skala A-B-C-D-E-F-G-H-K)
  • Persyaratan sampel uji untuk pengujian perlu dipersiapkan :
- Sampel uji harus rata untuk menjaga akurasi hasil yang didapat
- Pengujian dilakukan minimal pada 5 titik uji
b. Pengujian Komposisi Kimia
Alat uji yang digunakan adalah :
1. Spektrometer Merk Hilger,
2. Spektrometer Merk Metal Scan buatan Inggris
3. Spektrometer Merk Was dari Jerman
(semua status alat terkalibrasi)
  • Untuk pengujian besi cor sampel di persiapkan dalam bentuk cill test.
  • Untuk pengujin Baja , Alumunium, Kuningan, Tembaga baik dari casting ataupun profil bisa langsung dari bahan
c. Pengujian Struktur Mikro
  • Untuk mengetahui struktur logam
  • Alat uji yang digunakan adalah seperangkat alat uji metalografi (Miskroskop, kamera Nikon buatan Jepang dengan status kalibrasi
  • Metode uji yang dipakai adalah I.K. 5.4.1.4 (Instruksi Kerja Metalografi dan SNI 07-3622-1994 tentang Evaluasi mikrostruktur grafit di dalam besi cor)
  • Sampel uji diambil dari potongan bahan/produk yang diujikan atau sengaja dibuat tersendiri
d. Pengujian Kuat Tarik (Tensile Strength)
  • Untuk mengetahui kekuatan tarik dari bahan logam
  • Alat uji yang digunakan adalah Universal Tensile Strength kapasitas 30 ton buatan Jerman dengan status terkalibrasi
  • Sampel uji dibentuk standart sesuai dengan jenis benda uji (ada panduannya)
Bentuk batang uji kuat tarik Sesuai SNI 07-0371-1989
(Batang Uji Tarik untuk Bahan logam)
1.Batang Uji No.4
· Untuk bahan dari : Baja Cor, Baja Tempa, Baja Canai, Besi Cor Meleabel dan Besi Cor Nodular (FCD), juga untuk Logam Bukan Besi dalam bentuk batangan serta paduannya.
· Bentuk benda uji :




Keterangan :
Panjang ukur ( L ) : 50 mm
Panjang bagian pararel ( P ) : Sekitar 60 mm
Diameter ( D ) : 14 mm
Jari-jari bahu ( R ) : 15 mm atau lebih
Panjang total sampel ( PT ) : Min 250 mm

D
Panjang Ukur (GL/L)
Panjang bagian parallel (P)
Radius (R)
14
50
Mendekati ( L + 2D )
15 in

2. Batang Uji No. 8
· Untuk uji bahan dari : Besi Cor
· Ukuran batang uji, diameter bagian pararel dibuat berdasarkan pada tabel
· Bentuk benda uji :





Satuan : mm
panjang total sampel minimal 250mm

Nomor Batang Uji
Diameter Ukuran Contoh Hasil Cor
Panjang Bagian Pararel (P)
Diameter Hasil Akhir (D)
Jari-jari Bahu (R)
8 A
8 B
8 C
8 D
Sekitar 13
Sekitar 20
Sekitar 30
Sekitar 45
Sekitar 8
Sekitar 12,5
Sekitar 20
Sekitar 35
8
12,5
20
32
Min 16
Min 25
Min 40
Min 64

3.Batang Uji No. 6
· Batang uji digunakan untuk uji tarik baja lembaran tipis dan baja profil dengan tebal tidak lebih dari 6 mm.
· Bentuk benda uji :





Panjang ukur L = 8 VA
(A adalah luas penampang bagian paralel)
Panjang bagian paralel P = L sekitar 10 mm
Lebar W = 15 mm
Jari-jari bahu R = 15 mm atau lebih
Tebal Sesuai dengan tebal asli
Panjang minimal sampel 250 mm

4.Batang Uji No. 1
· Batang uji digunakan untuk uji tarik Baja Plat, Baja lembaran (Plat) dan Baja Profil
· Bentuk benda uji :





Panjang ukur L = 200 mm
Panjang paralel P = 220 mm
Tebal Sesuai dengan tebal bahan
Lebar W Seperti Tabel

No. Batang Uji
Lebar W
1A
1B
40 (Atau38)mm
25mm

5.Batang Uji No. 13
· Batang uji digunakan untuk uji tarik Pelat
· Bentuk benda uji :




Nomor Batang Uji
Lebar
(W)
Panjang
Ukur
Panj Bag.
Paralel
(P)
Jari-jari
Bahu (R)
Lebar
Bagi
13 A
13 B
20
12.5
80
50
Sekitar 120
Sekitar 60
20-30
20-30
-
20 atau lebih
Satuan mm
Ukuran tebal sesuai benda


e. Pengujian CE Meter
  • Untuk mengetahui suhu cairan logam dalam tungku
  • Untuk mengetahui kandungan unsur C dan Si masih dalam kondisi cair
  • Alat uji yang digunakan adalah CE Meter MULTI LAB buatan Inggris
  • Metode pengujian langsung pada cairan logam saat proses peleburan
f. Pengujian Termokopel
  • Untuk mengetahui suhu cairan logam dalam tungku atau ladle secara akurat
  • Metode pengujian langsung pada cairan logam saat proses peleburan
g. Pengujian Pyrometer
  • Untuk mengetahui suhu cairan logam dalam tungku pada jarak tertentu
  • Metode pengujian langsung pada cairan logam saat proses peleburan
  • Nilai uji dapat dikonversikan ke metode yang diingkinkan

Wednesday, October 2, 2013

Surface blow holes

 Surface blow holes
Characteristic features
Individual or groups of cavities. Mostly large with smooth walls.
Incidence of the defect
Gases entrapped by solidifying metal on the surface of the casting which result in a rounded or oval blow hole as a cavity. Frequently associated with slag or oxides. The defects are nearly always located in the cope part of the mould in poorly vented pockets and undercuts. The formation of blow holes is more intense with grey iron castings than with SG iron.


Possible causes

Resin-bonded sand
 Core venting not good enough
 Release of gas from core too great
 Moisture absorption by the cores too great
 Too low gas permeability of the core sand

Clay-bonded sand
 Moisture content of sand too high, or water released too quickly
 Gas permeability of the sand too low
 Sand temperature too high
 Bentonite content too high
 Too much gas released from lustrous carbon producer

Moulding plant
 Compaction of the mould too high

Gating and pouring practice
 Casting temperature too low
 Metallostatic pressure too low when pouring


Remedies

Resin-bonded sand
 Improve core venting, provide venting channels, ensure core prints are free of dressing
 Reduce amounts of gas. Use slow reacting binder. Reduce quantity of binder. Use a coarser sand if necessary.
 Apply dressing to cores, thus slowing down the rate of heating and reducing gas pressure.
 Dry out cores and store dry, thus reducing absorption of water and reducing gas pressure.

Clay-bonded sand
 Reduce moisture content of sand. Improve conditioning of the sand. Reduce inert dust content.
 Improve gas permeability. Endeavour to use coarser sand. Reduce bentonite and carbon carrier content.
 Reduce sand temperature. Install a sand cooler if necessary. Increase sand quantity.
 Reduce bentonite content. Use bentonite with a high montmorillonite content, high specific binding capacity and good thermal stability.
 Use slow-reacting lustrous carbon producer or carbon carrier with higher capacity for producing  lustrous carbon. In the last instance, the content of carbon carriers in the moulding sand can be reduced.


Moulding plant

 Reduce compaction of the moulds. Ensure more uniform mould compaction through better sand   distribution.

Gating and pouring practice
 Increase pouring temperature, if necessary increase pouring speed.
 Increase metallostatic pressure by changing the gating systems. If possible raise the cope flask.

Background information
The occurence of gas bubbles is dependent on the gas volumes present and their pressure. If it is not possible to discharge the gases from the mould cavity they can be trapped in the liquid metal. There is a great danger af surface pitting an cores because they are surrounded by liquid metal and the gaseous reaction products are primarily removed through core prints. Gas bubbles are more frequently observed with smaller cores. It is recommended to use coarser sands and a corresponding application of mould dresssings [1]. Cores with an unfavourable shape should contain waste gas channels. The necessary cross-sections of gas discharges from cores in relationship to core binders and geometry are thoroughly investigated in [2]. Obstruction of gas discharge results in bubbles being trapped in the metal. This fault also accurs with large gas discharge cross-sections when using phenolic resins. Hygroscopic binders like waterglass require large cross-sectians for gas discharge. Contrary to this, the occurrence of gas bubbles can assist drying af the cores. Use of cold cores in hot moulds can lead ta water adsorp­tian with hygroscopic binders. These can explosively vapo­rize during pouring and lead to defects. With bentonite sands, gas bubbles also primarily occur through the formation of water vapour [3]. This can be countered by reduction of the pouring rate and avoidance of impingement of the metal flow an the mould wall. When this defect occurs tbe gas permeobility of the sands should be high but the water content as bw as possible. All water absorbing materials like inert dust, bentonite and carbon carriers should be as bw as possible. Under certain circumstances this necessitates the use of clays containing large percentages of montmorillonite as well highly active carbon carriers. lt is also recommended ta develop the moulding sand as weil as possible. Well developed  sands require less water and release this slower during heating up. The occurrence of condensed water should be avoided. There should be no temperature differences between cores and moulds. Water can also precipitate on chaplets or chills and lead to gas defects on account of the absence of gas permeability. Frequently used chills can exhibit hairline cracks, in which capilbary condensation of water vapour  can occur and lead ta gas defects during pouring. It is important to avoid too high compaction in the moulding plant. With high compactian it should be checked whether the compacting pressure has to be reduced.

References

[1] Walter, Ch.; Gärtner, W.; Siefer, W.
Analyse der Putzkosten bei Stahlguß
Gießerei 73, 1986, S. 612-620
[2] Schlesiger, W.; Winterhalter, J.; Siefer, W.
Zur Gasabführung aus Kernen
Gießerei 74, 1987, S. 76-84

[3] Levelink, H. G.; van den Berg, H.
Gußfehler aufgrund zu harter Formen
Disamatic Tagung 1973, Vortrag 4, Kopenhagen

Further references
[4] Levelink, H. G.; Julien, T. P. M. A.; De Man, H. C. J.
Gasentwicklung in Form und Kernen als Ursache von Gußfehlern
Gießerei 67, 1980, S. 109-115

[5] Bauer, W.
Einfluß der chemischen Zusammensetzung und des Formstoffes auf Gasblasenfehler im Gußeisen
Gießerei-Rundschau 31, 1984, S. 7-13
Giess.-Prax. 1984, S. 198-205

[6] Kulkarni, A. R.
Einfluß von Hinterfüllsand auf die Gußstückqualität
Indian Foundry J. 26, 1980, S. 36-38 (engl.)

[7] Hofmann, F.
Einflüsse der Zusammensetzung und des Aufbereitungsgrades von Form- und Kernsanden auf Eisen-Formstoff-Reaktionen und andere Fehler bei Gußeisen mit Kugelgraphit
4. Int. Tagung der Lizenznehmer für das GF-Konverterverfahren, Schaffhausen 1981 Vortrag Nr. 8, 19 S.

[8] von Nesselrode, J. B.
Gußfehler in Gußeisen mit Vermiculargraphit, die beim Furanharzformen mit Phosphorsäure entstehen können
Giess.-Prax. 1984, S. 37-39

[9] Tot, L.; Nandori, G.
Verringerung gasbedingter Fehler in Gußstücken
Sov. Cast Technol. 1988, S. 4-7 (engl.)
Litejnoe proizvodstvo 1988, S. 6-7 (russ.)

[10] Nikitin, V. G.
Gasporenbildung in Gußstücken unter Einwirkung des hydraulischen Schlages in der Gießform
Litejnoe proizvodstvo 1976, S. 28-29 (russ.)

[11] Ramachandra, S.; Datta, G. L.
Gasentwicklung aus Form- und Kernsanden
Indian Foundry J. 21, 1975, S. 17-21 (engl.)

[12] Orths, K.; Weis, W.; Lampic, M.
Einflüsse von Formstoff und Form, Schmelzführung und Desoxidation auf die Entstehung verdeckter Fehler bei Gußeisen II
Giess. Forschung 27, 1975, S. 113-128

[13] Kolotilo, D. M.
Gasbildungsfähigkeit und Bildung verkokten Rückstandes der organischen Formkoponenten beim Gießen
Litejnoe proizvodstvo 1976, S. 27-29 (russ.)

[14] Probst, H.; Wernekinck, J.
Zur Gasabgabe und Blasenbildung beim Erstarren gashaltiger Metallschmelzen
Gies
Abb.24s.-Forsch. 29, 1977, S. 73-81
[16] Perevyazko, A. T.; Nikitin, B. M.; Lozutov, V. N.; Yamshchik, I. I.
Untersuchung der Ursachen für Gasblasen in Gußstücken
Litejnoe proizvodstvo 1986, S. 6-7 (russ.)

[17] Pant, E.; El Gammal, T.; Neumann, F.
Einfluß der Schmelzweise und des Formstoffes auf die Gasblasenbildung bei Stahlgußstücken
Gießerei 75, 1988, S. 238-245


Fig.24Formation of a large gas bubble in the top of a grey cast iron radiator.

Abb.24
Fig.25Low alloyed grey iron casting. Formation of surface bubbles in the top part.

Abb.24
Abb.26Grey iron casting. Section through a surface bubble. The cut out segment is
on top of the rest of the casting. Hardly any bubbles on the surface.

Friday, August 23, 2013

emang q akui indonesia emang sudah merdeka tpi rakyat'a msih dlam penjajahan,!

Wednesday, June 26, 2013

High-Alloy White Irons
Printable Version
You want to be
always up-to-date?
Click here to subscribe to
Key to Steel News
and receive fresh, leading-edge
technical info and knowledge
from the world of metals  .
Abstract:
High-alloy white cast irons are an important group of materials whose production must be
considered separately from that of ordinary types of cast irons. In these cast iron alloys, the
alloy content is well above 4%, and consequently they cannot be produced by ladle additions to
irons of otherwise standard compositions. They are usually produced in foundries specially
equipped to produce highly alloyed irons.
High-alloy white cast irons are an important group of materials
whose production must be considered separately from that of
ordinary types of cast irons. In these cast iron alloys, the
alloy content is well above 4%, and consequently they cannot be
produced by ladle additions to irons of otherwise standard
compositions. They are usually produced in foundries specially
equipped to produce highly alloyed irons.
The high-alloy white irons are primarily used for abrasionresistant
applications and are readily cast into the parts needed
in machinery for crushing, grinding, and handling of abrasive
materials. The chromium content of high-alloy white irons also
enhances their corrosion-resistant properties. The large volume
fraction of primary and/or eutectic carbides in their
microstructures provides the high hardness needed for crushing
and grinding other materials. The metallic matrix supporting the
carbide phase in these irons can be adjusted by alloy content and
heat treatment to develop the proper balance between the
resistance to abrasion and the toughness needed to withstand
repeated impact.
While low-alloy white iron castings, which have alloy content
below 4%, develop hardnesses in the range of 350 to 550 HB, the
high-alloy irons range in hardness is from 450 to 800 HB.
Specification ASTM A 532 covers the composition and hardness of
the abrasion-resistant white iron grades. Many castings are
ordered according to these specifications. However, a large
number of castings are produced with composition modifications
for specific applications. It is most desirable that the
designer, metallurgist, and foundry man work together to specify
the composition, heat treatment, and foundry practice to develop
the most suitable alloy and casting design for a specific
application.
The high-alloy white cast irons fall into two major groups:
• Nickel-chromium white irons, which are low-chromium alloys
containing 3 to 5% Ni and 1 to 4% Cr, with one alloy
modification that contains 7 to 11% Cr,
• Chromium-molybdenum irons containing 11 to 23% Cr, up to 3%
Mo and often additionally alloyed with nickel or copper.
A third group comprises the 25% or 28% Cr white irons, which may
contain other alloying additions of molybdenum and/or nickel up
to 1.5%. The nickel-chromium irons are also commonly identified
as Ni-Hard types 1 to 4.
Nickel-Chromium White Irons
The oldest group of high-alloy irons of industrial importance,
the nickel-chromium white irons, or Ni-Hard irons, have been
produced for more than 50 years and are very cost-effective
materials for crushing and grinding.
In these martensitic white irons, nickel is the primary alloying
element because at levels of 3 to 5% it is effective in
suppressing the transformation of the austenite matrix to
pearlite, thus ensuring that a hard martensitic structure
(usually containing significant amounts of retained austenite)
will develop upon cooling in the mold. Chromium is included in
these alloys, at levels from 1.4 to 4%, to ensure that the irons
solidify carbidic, that is, to counteract the graphitizing effect
of nickel.

Tuesday, June 11, 2013



Pertemuan ke-10
PASIR  CETAK  
                                                                                               
                 Pasir silika  dtemukan di banyak tempat dan tersebar di seluruh Nusantara, sangat cocok untuk dijadikan cetakan , karean tahan suhu tinggi tanpa terurai, harga nya murah, awet, butiran nya mempunyai ukuran dan bentuk bermacam-macam. Namun angka muai nya cukup tinggi dan mempunyai kecendrungan bereaksi (melebur) dengan logam cair. Pasir silika murni, tidak dapat digunakan untuk menjadi cetakan, sebab pasir tersebut tidak mempunyai daya pengikat diantara butir-butir nya, oleh karena itu sering dicampur dengan lempung sebesar 8 s/d 15 %. Jenis tanah lempung yang sering digunakan adalah:
- kaolin
- illit
- bentonit (sejenis abu vulkanik)
Pasir cetak alam sudah tercampur dengan sejumlah lempung, sehingga bila digunakan untuk membuat cetakan baik untuk besi, baja, maupun non-ferrous, tinggal menambahkan air secukup nya, namun demikian pasir alam ini juga banyak mengandun bahan-bahan organik, sehingga kurang baik untuk langsung dijadikan cetakan.
Pasir cetak sintetis (buatan), terdiri dari butiran silika yang telah dicuci dan ditambahkan lempung sebanyak 3 sampai dengan 5 %, sedangkan jumlah air yang ditambahkan untuk memperoleh kekuatan yang cukup memadai adalah kurang dari 5 %, sehingga gas yang dilepaskan juga berkurang.
Ukuran dan jenis cetakan turut menetukan ukuran butiran pasir, misalnya: cetakan yang kecil dan mempunyai bentuk yang rumit, digunakan pasir yang halus, sehingga didapat benda cetak yang baik.
Sebalik nya, untuk benda cor yang besar, menggunakan pasir cetak yang lebih kasar, hal ini untuk memudahkan pelepasan gas pada saat penuangan logam cair.

10.1. PENGUJIAN  PASIR
                    Sifat-sifat pasir cetak perlu selalu diketahui, untuk itu perlu dilakukan pengujiaan secara berkala, sebab sifat-sifat tersebut dapat berubah akibat lingkungan nya, misal: kotoran-kotoran atau pengaruh suhu yang tinggi.
Pengujian-pengujian yang lazim diaplikasikan adalah untuk mengetahui sifat-sifat mekanik, untuk itu perlu diketahui mengenai:
- permeabilitas                              ®   porositas   pasir   memungkin  kan   pelepasan   gas   dan   uap      
                                                             saat penuangan logam cair kedalam cetakan
- kekuatan                                     ®   harus  memiliki  gaya  kohesi yang baik (kadar air dan lempung
                                                             bisa sangat mempengaruhi kemampuan sifat kohesi nya)
- ketahanan terhadap suhu tinggi  ®   pasir harus tahan terhadap suhu tinggi tanpa ikut lebur
- ukuran dan bentuk butir             ®   ukuran butiran  pasir harus sesuai dengan sifat permukaan  yang
                                                             yang   dihasilkan.  Secara  umum, bentuk  nya  harus  tidak  ter-
                                                             atur, sehingga memiliki kekuatan ikatan yang memadai.

10.1.a. Pengujian Permeabilitas
                Kemampuan pasir cetak untuk dapat melepaskan gas dan uap akibat penuangan logam cair, tergantung kepada beberapa faktor, antara lain:
- bentuk butiran pasir
- kehalusan butiran pasir
- tingkat pemampatan (mampu tekan)
- kadar air yang terkandung pada pasir
- jumlah unsur-unsur pengikat (fluks)
Pasir cetak berbutir kasar, akan mempunyai nilai permeabilitas yang lebih baik, dibandingkan dengan pasir cetak berbutir halus. Namun tidak semua cetakan atau benda kerja, baik menggunakan psir cetak dengan butiran kasar. Oleh karena itu, orang sering mencampur pasir kasar dengan pasir halus agar nilai permeabilitas nya bisa berubah

10.1.b. Pengujian Kadar Air
                Jenis cetakan yang dipakai dan jenis logam cor, menentukan jumlah kadar air yang diperbolehkan ada pada pasir cetak . Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil optimum, maka kadar air perlu dikendalikan dengan baik. Salah satu cara yang paling baik untuk mengetahui kadar air adalah dengan menimbang pasir sebelum dan sesudah dikeringkan.
Pada alat ukur kelembaban, terdapat elemen pemanas dan peniup untuk mengeringkan pasir. Dari selisih berat sebelum dan sesudah dikeringkan, maka dapat dihitung persentase kadar air, dianjurkan, kadar air hanya boleh berkisar antara 2 s/d 8 % yang tergantung pada jenis cetakan.

10.1.c. Pengujian Kadar Lempung
                 Dapur pemanas, biasanya digunakan untuk menetukan kadar lempung, selain itu, diperlu kan juga: timbangan dan pencuci pasir. Pasir dikeringkan, kemudian dicampur dengan larutan soda kaustik, setelah beberapa lama, lempung akan terikat dengan larutan soda, kemudian dibuang, agar hasil nya baik, proses tersebut dapat diulangi sampai 2 atau 3 kali. Ada baik nya, sebelum dicampur dengan soda kaustik, pasir tersebut di timbang,baru dibandingkan dengan berat setelah bersih dari lempung.

10.2.  PENGERTIAN  DAN  CARA  MENGHITUNG  BILANGAN  AFA
                Bilangan kehalusan pasir cetak (AFA); per defenisi adalah: persentase berat x faktor tertentu, kemudian dijumlahkan dan dibagi dengan persentase pasir tertinggal.
Bilangan kehalusan pasir AFA, biasanya digunakan untuk membandingkan berbagai jenis pasir cetak dengan menggunakan ayakan atau saringan.
· Analisis Ayakan
               Analisis ayakan digunakan untuk pengukuran persentase distribusi ukuran butiran pasir. Ayakan yang digunakan adalah 1 (satu) set standard NBS dengan ukuran (mesh) adalah: 6, 12, 20, 30, 40, 50, 70, 100, 140, 200 dan 270. Ayakan-ayakan dengan mesh tersebut, disusun  satu di atas lain, mulai dari yang paling kasar sampai dengan yang paling halus dan seperangkat ayakan tersebut diletak kan diatas mesin penggetar (vibrator), seperti terlihat pada gambar ilustrasi berikut:
                            :

· Cara menghitung bilangan kehalusan pasir cetak, AFA

Ukuran Ayakan
Persentase pasir tertinggal


Faktor pengali


Hasil perhitungan
6
0
3
0
12
0
5
0
20
0
10
0
30
2,0
20
40,0
40
2,5
30
75,0
50
3,0
40
120,0
70
6,0
50
300,0
100
20,0
70
1400,0
140
32,0
100
3200,0
200
12,0
140
1680,0
270
9,0
200
1800,0
Alas
4,0
300
1200,0
Jumlah
90,5
               -
9815,0

Dengan demikian bilangan kehalusan AFA =

10.2.a.  Pasir Cetak                                                                                      
               Tidak semua pasir yang ada, baik digunakan untuk membuat cetakan, diperlukan beberapa syarat,  antara lain adalah:
-          bentuk bekas model/pola harus tetap (tidak berubah) pada saat model di ambil
-          harus tahan terhadap aliran logam cair yang melewati nya, artinya tidak terjadi reaksi antara logam cair dengan pasir cetak nya.
-          pori-pori nya harus memungkinkan udara keluar pada saat penuangan
-          harus mudah di bentuk
-          mempunyai ukuran yang seragam
-          harus mudah di bongkar.

· Jenis pasir cetak (lihat gambar dibawah ini):
-          pasir yang dekat dengan pola
-          pasir yang jauh dari pola

· Jenis zat pelapis permukaan bekas model:
-          grafit (bubukan atau dicampur air)
-          jelaga
-          bubukan arang
· Jenis pasir yang jauh dari permukaan bekas model:
-          grafit dengan bubukan: france cholk
-          grafit dengan dicampur air: steatite
· Jenis pasir yang dekat dari permukaan pola:
-          alami: pasir silika, pasir gemuk/kurus (tergantung kandungan tanah liat nya)
-          sintetis
· Yang terpenting: - grain size  sangat kecil/halus yang diutamakan, tetapi bukan debu
                               - kandungan air nya, antara (4 ¸ 8) %.

10.2.b. Menentukan Kekuatan Pasir
                 Untuk menentukan daya tahan dan daya ikat pasir cetak basah maupun kering, maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yakni:
- percobaan tekan
- percobaan tarik
- percobaan geser dan percobaan terhadap kekuatan melintang (shear)
Namun dari pengalaman diketahui, bahwa, bila variabel kekuatan tekan dari pasir cetak, maka sudah daapat di asumsi mewakili besaran-besaran yang lain nya.
Percobaan-percobaan ini sangat diperlukan, mengingat bahwa pasir pada dasar nya bersifat rapuh.
Dibawah ini dapat dilihat suatu alat atau mesin yang digunakan untuk mengukur kekuatan pasir.
                   

Pasir cetak setelah bersih dicampur dengan zat-zat pengikat (biasanya disebut: Contoh), kemudian dibentuk sedemikian rupa seperti poros silindris, berukuran, panjang dan diameter sama, yaitu 50 mm. Contoh ini kemudian diletakkan pada mesin (lihat gambar) dan diberi beban dengan laju pembebanan yang konstan. Dari sini akan dapat diketahui kekuatan dari pasir cetak.

10.3. PERALATAN UNTUK PERSIAPAN PASIR CETAK
                     Bila pasir cetak dipersiapkan dengan baik, maka akan dihasil kan cetakan yang baik pula, sehingga dapat diharapkan benda cor yang dihasilkan, juga akan baik.
Pada dasar nya, setiap pasir yang dipersiapkan untuk cetakan, harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: - bahan pengikat harus tersebar merata
             - kadar air terkendali
             - permukaan butiran pasir harus basah
             - pasir bebas dari kotoran
             - pasir terlepas, tidak ber gumpal-gumpal
             - suhu pasir sama dengan suhu ruang (ambiance temperature)
Untuk mendapatkan pasir cetak yang baik, maka biasanya dipergunakan mesin pencampur atau mesin penggiling pasir, seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:

Mesin jenis ini mempunyai 2 (dua) roda yang berputar pada poros mendatar serta mengitari poros utama mesin yang ditempat kan secara vertikal. Pasir setelah masuk, lalu digiling, ditekan dan diaduk selama beberapa menit, sampai kemudian terbentuk campuran yang merata antara pasir cetak dengan bahan-bahan pengikat nya.
Cetakan dari pasir, pada dasar nya merupakan cetakan sekali pakai, karena umum nya setelah dipakai, cetakan akan rusak, namun pasir bekas cetakan ini masih dapat di “daur ulang”, untuk kemudian dijadikan cetakan kembali. Dibawah ini dapat dilihat satu unit perangkat pengolahan pasir bekas.

 


Setelah logam cair dituangkan dan membeku, cetakan dibongkar di daerah ujung ban berjalan (conveyer), setelah pasir bekas diayak untuk memisahkan kotoran-kotoran dan pasir yang sangat kasar, pasir melalui ban berjalan yang lebih kecil masuk kedalam alat pemisah magnetik untuk memisahkan potongan-potongan besi yang terdapat pada pasir tersebut.
Kemudian pasir masuk kedalam elevator ember, disaring, kemudian disimpan ditempat khusus, setelah itu, pasir diberi hembusan aliran udara, agar butiran pasir terlepas-lepas untuk memudahkan pembuatan cetakan.